Cakra Wikara Indonesia dengan dukungan UN Women menyusun Kertas Kerja Penguatan Keterwakilan Politik Perempuan di Indonesia yang memetakan situasi terkini keterwakilan politik perempuan dengan fokus lembaga legislatif tingkat nasional (khususnya DPR RI). Penguatan keterwakilan politik perempuan di Indonesia dalam kertas kerja ini dipahami sebagai bentuk penguatan keterwakilan politik pada dua lini; keterwakilan politik deskriptif yang menyoroti jumlah anggota legislatif (aleg) perempuan dan keterwakilan politik substantif yang menilik sejauh mana kepentingan dan isu perempuan memengaruhi substansi kebijakan yang dihasilkan.
Kertas Kerja ini membahas pokok masalah masih minimnya isu dan kepentingan perempuan diakomodasi dalam penyusunan undang-undang, anggaran dan pengawasan DPR RI sebagai cerminan problem keterwakilan politik substantif perempuan. Masih perlu penguatan keterwakilan politik perempuan baik secara institusional, individual maupun dalam kolaborasi dengan kelompok-kelompok masyarakat.
Proses pengumpulan data primer dilakukan melalui dua pertemuan Diskusi Kelompok Terarah / Focus Group Discussion (FGD). Kedua FGD dilakukan dengan mengundang sejumlah narasumber dari beragam latar belakang yang mencakup aktivis masyarakat sipil pada organisasi advokasi isu perempuan dan anak, akademisi / peneliti, pimpinan organisasi masyarakat sipil maupun koalisi. FGD pertama dilakukan pada Desember 2021 dan FGD kedua dilakukan pada Januari 2022. Sementara data sekunder diperoleh melalui studi dokumen yang meliputi telusur publikasi laporan riset terdahulu, website DPR, dan publikasi lain yang relevan
Analisis dalam kertas kerja menggunakan pemikiran Hanna Pitkin mengenai representasi, dengan cara pandang representasi deskriptif (keterwakilan mensyaratkan sang wakil memiliki kesamaan karakteristik dengan yang diwakilinya) dan representasi substantif (berfokus pada tindakan sang wakil, mencakup rangkaian tingkah laku serta aktivitas wakil dengan mengatasnamakan konstituennya).
Terkait representasi deskriptif, salah satu isu adalah dengan latar belakang aleg perempuan yang beragam, tidak semua aleg perempuan otomatis memiliki perspektif kesetaraan gender. Untuk mendorong isu dan kepentingan perempuan dalam agenda partai, para aleg perempuan memerlukan strategi komunikasi, lobby, dan negosiasi yang memungkinkan mereka melakukan sinergi lintas partai. Maka peran Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPPRI) semakin penting diperkuat dalam menjalankan peran dan fungsinya mengkoordinir aleg perempuan lintas partai.
Dalam konteks keterwakilan substantif, salah satu isu misalnya problematika keterwakilan politik yang dilandasi kaburnya identifikasi ketimpangan sosial ekonomi (bias kelas) menjadi hambatan utama dalam memetakan sebenarnya perempuan mana yang sedang dibela kepentingannya. Aleg perempuan seolah tidak dapat mengenali kerentanan berlapis yang melekat pada ragam identitas perempuan yang mereka wakili.
Kertas kerja ini memuat beberapa rekomendasi penguatan keterwakilan politik perempuan misalnya penguatan pasal afirmasi dalam UU Pemilu, penguatan anggota legislatif perempuan di tingkat individual, penguatan strategi kerjasama aleg perempuan lintas partai dan perhatian terhadap sejumlah isu strategis lintas sektor. Rekomendasi secara lebih rinci dapat disimak dalam dalam naskah terlampir.