Laporan Studi Dokumen Penguatan Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi di Tengah Pandemi Covid-19: Proses Pembentukan Undang-Undang dan Ruang Partisipasi Publik

Diunggah pada

Pada negara hukum yang menjunjung demokrasi, lembaga legislatif bersama pemerintah perlu menjamin terbukanya ruang partisipasi publik dalam proses pembentukan undang-undang agar beragam kelompok dalam masyarakat dapat ikut mengakses dan memengaruhi proses legislasi tersebut. Indonesia secara formal telah mengatur perihal partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang dengan menyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan di tengah proses legislasi. Ini dapat dilakukan dalam bentuk keterlibatan pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), dialog dalam acara kunjungan kerja anggota legislatif, hingga acara sosialisasi, seminar, lokakarya maupun diskusi. Dalam ilmu politik, pembahasan tentang proses pembentukan kebijakan tidak mungkin terpisah dari manifestasi negosiasi kepentingan politik partai-partai yang duduk di lembaga legislatif bersama pemerintah. Namun demikian, dalam kajian kali ini literasi legislasi akan mendapatkan porsi utama dalam upaya memahami seluk beluk proses pembentukan undang-undang dan kaitannya dengan partisipasi publik.

Hak masyarakat berpartisipasi dalam proses legislasi dapat ditemukan pada UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan jo UU Nomor 15 tahun 2019 (UU Perubahan atas UU 12/ 2011). Lebih lanjut, masyarakat juga dapat memantau proses pembentukan UU di forum rapat Alat Kelengkapan Dewan (AKD) secara luring maupun daring di beragam platform. Sebagai lembaga riset politik berperspektif gender yang fokus kajiannya mencakup partisipasi dan kebijakan publik, Cakra Wikara Indonesia (CWI) melihat pentingnya partisipasi bukan hanya dalam tataran prosedural tapi juga substantif. Sejauh mana kelompok masyarakat dilibatkan dalam proses legislasi dapat diperiksa secara prosedural dengan melihat rangkaian peraturan yang ada.

Ada pertanyaan kritis yang diajukan; sejauh mana suara dan kepentingan masyarakat benar-benar ikut diperhitungkan dalam proses pembentukan undang-undang? Kerangka hukum peraturan serta praktik partisipasi publik dalam proses legislasi secara aktual menjadi dua hal yang tidak terpisahkan. Dalam konteks inilah, CWI bekerja sama dengan tiga orang ahli hukum tata negara yang juga dikenal secara aktif sebagai akademisi, peneliti dan pegiat demokrasi; Lidwina Inge Nurtjahyo, Ronald Rofiandri dan Charles Simabura. Melalui metode penelitian kualitatif meliputi studi literatur dan rangkaian diskusi kelompok terarah, tulisan ini disusun dengan tujuan mendokumentasikan baik aturan formal, prosedur maupun praktik partisipasi publik dalam proses pembentukan undang-undang di Indonesia.

Sejak Maret 2020, pemerintah Indonesia secara resmi mulai mengumumkan rangkaian kebijakan nasional merespon pandemi COVID-19, salah satu diantaranya adalah pembatasan jarak sosial atau social distancing karena kerumunan atau orang berkumpul di satu tempat berpotensi meningkatkan peluang infeksi virus. Ragam bentuk partisipasi publik yang telah disebutkan di atas idealnya mensyaratkan pertemuan atau perkumpulan luring karena melibatkan diskusi intensif, negosiasi serta lobi. Praktis mulai Maret 2020, kegiatan serupa dialihkan dengan metode daring dengan mengandalkan sejumlah aplikasi internet.

Rangkaian tulisan dalam publikasi ini memberikan gambaran umum partisipasi publik dalam proses legislasi sebelum dan semasa pandemi COVID-19. Apa saja tantangan dan masalah bagi partisipasi publik dalam proses legislasi pada masa pra-pandemi dan selama pandemi? Bagaimana kebijakan dan implementasi peraturan tentang partisipasi publik dalam proses legislasi di tengah konteks pandemi yang mensyaratkan pembatasan jarak sosial? Pelajaran berharga apa saja yang dapat dipetik dari proses pembentukan undang-undang yang teridentifikasi “bermasalah” karena proses maupun substansinya dinilai mengancam demokrasi serta kepentingan publik? Rekomendasi seperti apa yang dapat disampaikan terkait mekanisme partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang agar terjadi penguatan secara substantif dan bukan sekadar prosedural?

Kajian dalam tulisan ini disusun dalam lima bagian. Bagian pertama merupakan pendahuluan yang mengurai latar belakang dan makna partisipasi publik dalam negara hukum demokratis. Bagian kedua secara khusus memaparkan kerangka hukum yang ada di Indonesia yang menjadi bingkai prosedur dan praktik partisipasi publik dalam proses pembentukan undang-undang. Pada bagian ini, uraian prosedural diikuti juga dengan temuan di lapangan tentang ragam bentuk partisipasi yang dilakukan kelompok masyarakat sipil, lalu diakhiri dengan deskripsi ringkas penyesuaian kerangka peraturan untuk mewadahi partisipasi publik dalam proses legislasi di tengah situasi pandemi. Bagian ketiga menyoroti sejumlah studi kasus legislasi yang terjadi sebelum pandemi dan semasa pandemi untuk melihat sejauh mana ada perbedaan akses dan partisipasi publik dalam proses pembentukan undang-undang. Sebelum pandemi akan dilihat proses revisi dua undang-undang, yakni tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (revisi UU MD3) dan tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (revisi UU KPK). Sedangkan partisipasi publik dalam proses legislasi di masa pandemi akan dikaji dengan melihat dua studi kasus rancangan undang-undang yang lolos disahkan; yakni UU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan proses revisi UU tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Keduanya terlaksana tahun 2020. Keempat studi kasus untuk melihat permasalahan praktik partisipasi publik dalam legislasi memiliki kesamaan pola; yakni sangat singkat waktu yang diperlukan oleh lembaga legislatif untuk bersepakat mulai membahas hingga meloloskannya menjadi undang-undang kurang dari dua minggu. Sejumlah fraksi di DPR yang biasanya terlihat membawa nuansa kepentingan partainya masing-masing sewaktu-waktu dapat tampil padu dalam pandangan politik menyikapi rancangan kebijakan tertentu. Kalaupun ada fraksi yang menyatakan berbeda, itu disampaikan tanpa resistensi berarti yang berpeluang menghambat atau menunda pengesahan undang-undang. Pada bagian keempat, kajian ini melihat secara khusus proses legislasi yang terjadi terkait dua rancangan kebijakan yang substansinya sangat erat membahas pengalaman dan sudut pandang perempuan dalam berelasi dengan masyarakat; RUU Ketahanan Keluarga dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Ketika laporan hasil kajian ini disusun, RUU Ketahanan Keluarga telah dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masuk dalam Prioritas Tahunan 2021. Bagian keempat ini ikut menguraikan ragam perdebatan yang terjadi seputar pengusulan kedua rancangan undang-undang tersebut dan kaitannya dengan ragam bentuk partisipasi publik yang relevan. Perlu disampaikan di sini, awal rencana kajian ini mencakup juga studi kasus rencana revisi UU Pemilu khususnya difokuskan pada pasal pencalonan perempuan sebagai bakal calon anggota legislatif. Namun karena dalam dinamika politik di DPR yang menetapkan revisi UU Pemilu tidak masuk dalam Prioritas Tahunan, bagian tulisan tersebut tidak dimasukkan dalam laporan kajian ini. Bagian kelima merupakan penutup dari laporan kajian yang merupakan hasil refleksi serta upaya merumuskan rekomendasi terkait penguatan partisipasi publik dalam proses pembentukan undang-undang.

Persoalan kualitas proses legislasi akan terus menjadi tema yang relevan untuk didiskusikan secara kritis. Tulisan dalam kajian ini semuanya mengarah pada pandangan bahwa secara prosedural tidak ada hambatan berarti bagi publik berpartisipasi namun secara substansial partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang masih menghadapi rangkaian tantangan. Pada akhirnya, proses pembentukan peraturan yang dilakukan dalam kerangka legal formal sesungguhnya tidak pernah terlepas dari proses politik serta konstelasi kepentingan yang terkait; baik kepentingan politik maupun ekonomi. Literasi legislasi penting untuk dipahami, namun relasi politik riil serta komitmen politik para anggota legislatif dan elit pimpinan partai menjadi faktor penting berikutnya yang sangat menentukan sejauh mana partisipasi publik dapat secara substantif diperhitungkan dalam proses legislasi.

Kajian ini dapat terlaksana atas dukungan penuh dari Kedutaan Kanada di Indonesia melalui program Canada Fund for Local Initiative periode 2020 – 2021. Sebagai materi pendukung, CWI juga telah mempublikasi sejumlah lembar fakta tentang proses legislasi dan upaya penguatan partisipasi publik serta sebuah film dokumenter berjudul “Di Balik Rancangan: Suara yang Terlupakan”. Semua materi tersebut dapat diakses secara publik dan tidak berbayar di akun media sosial CWI. Setiap isi tulisan dalam kajian ini mencerminkan pikiran dan pendapat masing-masing penulis sebagaimana tercantum. Para penulis bertanggung jawab penuh atas segala informasi yang dituliskan pada masing-masing bab yang dikerjakannya. Harapan kami kajian ini dapat berguna bagi banyak pihak, para anggota legislatif beserta jajaran tenaga ahli di DPR, peneliti maupun akademisi serta pegiat demokrasi yang mendalami kajian kebijakan dan kaitannya dengan partisipasi publik. Selamat membaca dan mari terus upayakan bersama proses pembentukan undang-undang yang transparan dan berpihak pada rakyat Indonesia dengan keberagamannya.

Tim Penulis     : Charles Simabura, Ronald Rofiandri, Lidwina Inge Nurtjahyo

Penyunting      : Lidwina Inge Nurtjahyo

Halaman          : 104

ISBN               : 978-602-53037-2-2 (PDF)

Penerbit           : Cakra Wikara Indonesia

Tahun              : 2021