Knowledge Sector Initiative (KSI) pada fase keduanya mengambil peran sebagai katalis dalam sektor pengetahuan di Indonesia. Peran katalis yang dimaksud meliputi peran sebagai inisiator, penghubung, penyelaras, akselerator atau penguat yang berfungsi mendorong pembuatan kebijakan berbasis bukti. Peran ini juga dijalankan dalam rangka mendorong salah satu inisiatif kunci yang bertajuk “University Lecturers: Incentives for Quality Research”. Inisiatif ini bertujuan memperkuat insentif bagi dosen-dosen di perguruan tinggi untuk menghasilkan riset yang lebih berkualitas dan relevan bagi kebijakan publik melalui reformasi regulasi dan pendekatan percontohan.
Dalam hal ini termasuk juga upaya mengatasi masalah-masalah yang secara khusus dihadapi akademisi perempuan dan akademisi yang berasal dari kelompok sosial terpinggirkan. Rangkaian upaya ini diharapkan dapat berkontribusi pada tercapainya salah satu outcome dari inisiatif kunci 4 di tahun 2018, yakni Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi mengeluarkan panduan hibah penelitian baru yang sensitif terhadap kesetaraan gender dan inklusi sosial, mensosialisasikannya kepada universitas-universitas dan mulai mengimplementasikan pedoman tersebut, termasuk melibatkan ahli di bidang GESI untuk melakukan peer review pada aplikasi hibah.
Fakta yang dihadapi saat ini, kesenjangan gender di perguruan tinggi nyata terjadi di Indonesia. Presentasi Pranova Herdianto dalam Seminar KSI, Mei 2017, tentang Gender Inequality in Human Resources and Higher Education menggambarkan secara komprehensif tentang kesenjangan gender berdasarkan olah data Pusdatin Iptek Dikti. Dilihat dari segi jumlah, data pada 2016/2017 dalam lingkup Kemenristekdikti, jumlah dosen lelaki lebih besar daripada perempuan, yakni 56,56% berbanding 43,44%. Komposisi ini stabil dari tahun ke tahun, minimal sampai tiga tahun ke belakang. Gambaran paling menonjol, tapi oposisinya terbalik, ialah pada bidang ilmu kesehatan dan teknik. Bidang ilmu kesehatan menjadi pembeda komposisi umum, bahkan jika dibandingkan dengan bidang pendidikan, yang secara stereotip perempuan dianggap sebagai pendidik. Namun, jika dibedah lebih lanjut, tingginya jumlah dosen dalam bidang kesehatan niscaya terjadi karena terkait dengan bidang pelayanan dan keperawatan yang secara stereotip memang dilekatkan kepada gender perempuan. Sementara itu, di bidang ilmu teknik jumlah dosen lelaki dua kali lipat daripada dosen perempuan. Kecenderungan lainnya yang juga muncul dari data-data tersebut adalah pada usia muda rentang 21-35 tahun, jumlah dosen perempuan lebih tinggi. Demikian seterusnya sampai usia 31-35 tahun. Perubahan baru terjadi dan terus menurun di usia 36-40 tahun, dan terus menurun lagi setelah usia 41 tahun, dan bahkan hampir tinggal sepertiganya ketika telah mencapai 60-tahun.[1] Data tersebut menunjukkan bahwa pada rentang usia 35 hingga 40 tahun perempuan justru perlu didorong agar bisa mengembangkan minat dan potensinya secara maksimal untuk mengejar ketertinggalan mereka dari kolega laki-laki. Merosotnya jumlah dosen perempuan terjadi justru di usia 40 tahun yang dikenal sebagai fase penting dalam meraih jabatan akademik dosen. Sementara itu, karier dosen dan jabatan akademik membutuhkan prasyarat lain selain mengajar, yaitu publikasi karya akademis dan karya penelitian. Tanpa karya-karya yang dimaksud, dosen perempuan dengan sendirinya akan tertinggal dan sulit mencapai komposisi dosen pada jabatan tinggi, yakni lektor kepala dan profesor. Akibatnya muncul ketimpangan yang signifikan pada jabatan fungsional tersebut[2], yakni 35% dosen perempuan pada jabatan lektor kepala dan 20% dosen perempuan di jabatan professor di perguruan tinggi Indonesia.[3]
Insersi aspek GESI ke dalam Buku Panduan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Edisi XII yang disusun oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi dapat dipahami sebagai upaya untuk mendorong dua hal. Pertama, mendorong aspek GESI ke dalam penelitian, baik GESI sebagai isu spesifik dalam rumpun ilmu sosial-humaniora maupun GESI sebagai perspektif di lintas ilmu. Kedua, mendorong kesetaraan kesempatan bagi peneliti/dosen, baik peneliti/dosen perempuan maupun peneliti/dosen dari latar belakang kelompok marjinal (disabilitas, daerah tertinggal, dan lain-lain).[4]
Sebagai salah satu upaya memperkenalkan aspek GESI yang telah dimasukkan dalam Buku Panduan edisi XII ini, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat bekerjasama dengan Knowledge Sector Initiative (KSI) dan Cakra Wikara Indonesia (CWI) menyelenggarakan Workshop Penyusunan Proposal Penelitian dengan Berdimensi Gender Equality and Social Inclusion (GESI). Acara workshop yang menargetkan dosen dan peneliti dari perguruan tinggi ini dilaksanakan di dua wilayah yaitu Banda Aceh (25-26 Juni 2018) dan Makassar (2-3 Juli 2018). Tujuan penyelenggaraan Workshop ini adalah untuk meningkatkan minat para peneliti untuk melakukan penelitian pada berbagai bidang fokus penelitian yang berdimensi GESI; dan meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian berdimensi GESI.

Peserta workshop di kedua kota berasal dari berbagai wilayah. Di Banda Aceh, sebagian pesertanya berasal dari perguruan tinggi yang ada di Banda Aceh, Meulaboh dan Lhoksumawe. Sementara peserta lainnya berasal dari perguruan tinggi di Medan, Padang, Bangkalan, Surabaya, Tasikmalaya, Bandung dan Pontianak. Untuk workshop di Makassar, sebagian peserta berasal dari perguruan tinggi yang ada di wilayah Makassar, Bulukumba dan Palopo. Peserta lainnya berasal dari perguruan tinggi yang ada di Ambon, Mataram, Ruteng, Padang, Jakarta, Kudus, Samarinda dan Jember.
Latar belakang rumpun ilmu peserta workshop beragam namun lebih banyak peserta yang memiliki latar belakang keilmuan sosial humaniora. Untuk peserta di Banda Aceh, sebanyak 12 orang peserta dari sosial humaniora, 7 orang dari ilmu pendidikan, masing-masing 4 orang dari rumpun ilmu kesehatan dan ilmu ekonomi, 2 orang dari teknik dan 1 orang dari ilmu kesenian. Untuk peserta workshop Makassar, 10 orang berasal dari rumpun ilmu sosial humaniora, 9 orang dari kesehatan-obat, 5 orang dari pangan-pertanian, 2 orang dari integrasi fokus riset energi dan masing-masing satu orang dari pertahanan keamanan, transportasi, kemaritiman dan kebencanaan.

Workshop di masing-masing daerah dilaksanakan selama 2 hari penuh. Metode yang digunakan adalah paparan dari narasumber, diskusi, coaching clinic untuk membahas draft proposal penelitian peserta dan presentasi proposal peserta. Dua narasumber dalam workshop ini yaitu Prof. Emy Susanti dari Universitas Airlangga dan Dr. Drajat Tri Kartono dari Universitas Sebelas Maret, juga terlibat sebagai penyusun Buku Panduan XII.
Sebagian besar peserta workshop di Makassar dan Banda Aceh belum pernah mengikuti acara sosialisasi Buku Panduan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Edisi XII. Rinciannya, di Banda Aceh tercatat sebesar 57% dan di Makassar sebesar 67% peserta belum pernah mengikuti sosialisasi buku panduan tersebut.
Peserta merasakan dampak positif dari keikutsertaan dalam workshop penyusunan proposal penelitian berdimensi GESI baik di Banda Aceh maupun di Makassar. Kegiatan workshop dirasakan sangat berguna karena memberikan banyak pengetahuan baru kepada peserta terutama mengenai konsep GESI, bahwa GESI dapat dikaitkan dengan bidang keilmuan peserta, pemahaman tentang isi buku Panduan Edisi XII serta pemahaman terhadap penyusunan dan pengajuan proposal penelitian.


Pada 16 Januari 2019, telah dilaksanakan pertemuan penyampaian laporan kegiatan “Program Insersi GESI dalam Buku Panduan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Edisi XII”. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari Direktorat Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DRPM) Kemenristekdikti, Knowledge Sector Initiative (KSI) dan Cakra Wikara Indonesia (CWI). Dalam kegiatan ini, CWI memaparkan rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan dalam program tersebut. Keterlibatan CWI dalam rangkaian program kegiatan ini telah dimulai sejak Lokakarya Nasional Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial serta Sosialisasi Buku Panduan XII di Lombok dan Balikpapan (Februari dan April 2018). Kegiatan dilanjutkan dengan pelaksanaan workshop penyusunan proposal penelitian berdimensi GESI dan kegiatan persamaan persepsi. Selain itu, CWI juga menyampaikan progress dari tindak lanjut peserta pelatihan yang mengajukan proposal penelitian dan pengabdian masyarakat untuk tahun 2019. Pada saat kegiatan ini dilaksanakan, proses tahapan seleksi proposal untuk pendanaan penelitian dan pengabdian masyarakat tahun anggaran 2019 tengah berlangsung.
Dalam kegiatan ini, CWI juga menyerahkan secara langsung laporan tertulis hasil pelaksanaan workshop penyusunan proposal berdimensi GESI dan keterlibatan dalam kegiatan persamaan persepsi kepada Direktur DRPM Kemenristekdikti Prof. Ocky Karna Radjasa.

Catatan kaki
- [1] Lies Marcoes, “Kesenjangan Gender di Perguruan Tinggi”, Media Indonesia, 21 April 2018. Sumber: http://mediaindonesia.com/read/detail/156416-kesenjangan-gender-di-perguruan-tinggi
- [2] Ibid.
- [3] Data yang disajikan oleh Lies Marcoes dalam kegiatan Persamaan Persepsi di 3 Kota. Data diperoleh dari Pangkalan Data Pusdatin Kemenristekdikti.
- [4] Hal ini disampaikan pada Lokakarya Nasional Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial dalam Buku Panduan Hibah Kemristekdikti di Hotel Four Points, Jakarta, 5 Februari 2018.