Survei oleh Warga: Perencanaan Partisipatif untuk Mengatasi Ketimpangan

Diunggah pada

Pada tanggal 9 dan 10 Agustus 2017, Bappenas menyelenggarakan konferensi tahunan berjudul Indonesia Development Forum 2017, sebuah forum bagi para pemimpin Indonesia di sektor pemerintah, swasta, akademisi, dan warga masyarakat lainnya untuk berkolaborasi dalam membentuk agenda pembangunan Indonesia. Konferensi ini bertujuan untuk menerbitkan pemikiran terbaru dan memfasilitasi dialog publik-swasta tentang tema-tema yang menjadi prioritas pembangunan. Dalam acara ini, CWI berkesempatan mempresentasikan sebuah inovasi atau terobosan strategis sebagai upaya mengakhiri ketimpangan. Ide atau inovasi yang dipresentasikan oleh Fariz Panghegar di sesi Market Place IDF 2017 adalah survey oleh warga. Sebuah terobosan yang pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti CWI di beberapa desa sejak 2014.

Saat ini, ketimpangan ekonomi khususnya ketimpangan kesejahteraan merupakan masalah serius yang perlu dicermati. Salah satunya adalah ketimpangan kesejahteraan penduduk kota dan desa. Data dari BPS menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia: 27,76 juta orang dari total 261,1 juta penduduk Indonesia dimana 62,4 % atau 17,28 juta orang di perdesaan; 37,76 % atau 10,49 juta orang di perkotaan. Dengan demikian jumlah penduduk miskin di desa hampir dua kali lipat penduduk miskin di kota.

Padahal, ada beragam Program Pembangunan Desa dari berbagai Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, CSR Korporasi untuk membantu memberdayakan potensi ekonomi warga desa. Bantuan alat dan sarana produksi tani, pembangunan infrastruktur dan program pembangunan lainnya. Namun program tersebut seringkali gagal penuhi kebutuhan warga dan memberdayakan mereka.

Fakta ini kami temukan dari serangkaian penelitian yang dilakukan di desa dalam kurun waktu 2014-2015. Beragam tanggapan warga terhadap pembangunan di desa,

  • “Kami butuh air bersih tapi yang datang batu untuk pengerasan jalan.” (Seorang petani di Kupang)
  • “Bantuan alat tani diberikan tapi tidak disertai dengan pelatihan penggunaan dan perawatan alat. Hasilnya alat-alat itu terbengkalai di balai tani” (Seorang petani di Kupang).
  • “Kami bekerja sebagai petani tapi pemerintah desa mendukung pembangunan hotel di dekat mata air utama desa kami” (Seorang petani di Batu)

Mengapa hal ini bisa terjadi, di satu sisi ada begitu banyak niat baik untuk memberdayakan potensi ekonomi warga. Namun upaya tersebut tidak tepat sasaran, karena program pembangunan desa direncanakan secara elitis oleh pemerintah dari pusat sampai daerah tanpa melibatkan warga. Sehingga, kebutuhan sejati warga tidak terpenuhi, potensi ekonomi dan SDM mereka tidak terberdayakan dan ketimpangan tetap terpelihara.

Ada mekanisme yang idealnya dilakukan untuk menyerap aspirasi warga, seperti forum musrenbang dan musdes. Namun, pelaksanaannya cenderung elitis dimana unsur warga yang diundang biasanya adalah pihak-pihak yang dekat dengan pemerintah desa. Belum merangkul seluruh unsur masyarakat di desa. Terlebih lagi kaum marjinal yang pelibatannya masih sangat minim, di antaranya perempuan, buruh tani, kelompok difabel, pengungsi, dan kelompok marjinal lainnya. Musdes dan musrenbang hanya jadi sekedar formalitas utk sosialisasi program dari SKPD Pemerintah Daerah, Kementerian/Lembaga atau elit-elit desa.

UU Desa sudah membuka ruang partisipasi warga dan mendorong agar warga dilibatkan dalam perencanaan pembangunan desa. Namun, warga belum bisa manfaatkan secara optimal, karena:

  1. Warga sudah terlalu lama tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
  2. Hanya tokoh masyarakat yang dilibatkan, kelompok marjinal (perempuan, difabel, kelompok minoritas) belum terwakili.

Jika kondisi ini terus dibiarkan, kebutuhan sejati warga sulit terpenuhi dan akan terus memelihara ketimpangan kesejahteraan di Indonesia.

Survei oleh Warga

Untuk menjawab masalah ketimpangan dan minimnya partisipasi warga dalam perencanaan pembangunan, kami menawarkan ide “Survei oleh Warga”. Survei oleh warga bertujuan untuk mendorong warga memetakan dan mengumpulkan kebutuhan kolektifnya secara mandiri.

Ide ini pernah kami ujicobakan dalam berbagai kesempatan pada tahun 2014 dan 2015. Pada 2015 kami mencobanya di tiga desa di Kota Batu, Kabupaten Gowa dan Kabupaten Kupang Tahun 2015:

  1. Survey dilakukan secara mandiri oleh warga. Warga dilatih untuk melakukan survei sederhana oleh pendamping. Proses pengumpulan data dilakukan oleh warga.
  2. Responden yang disurvei harus mewakili seluruh kelompok warga baik dari segi spasial (dusun-dusun) dan fungsional (petani, nelayan, peternak, pedagang, guru, difabel, pengungsi dan lain-lain)
  3. Dalam survei, responden ditanya apa masalah yang ada di lingkungannya dan apa solusi pembangunan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Selain itu warga juga ditanyai tentang kualitas layanan dasar di desa seperti fasilitas kesehatan, pendidikan dan infrastruktur fisik.
  4. Warga mengumpulkan hasil survei dan merangkumnya dalam selebaran untuk memudahkan penyebaran hasil survei.
  5. Hasil survei tersebut digunakan oleh warga untuk menyuarakan kebutuhan kolektifnya ke forum-forum pembangunan desa agar daftar kebutuhan tersebut diakomodir dalam rencana pembangunan desa. Hasil survei tersebut menjadi bahan diskusi dalam musdus, musdes dan forum perencanaan pembangunan lainnya.
Kunci Keberhasilan Survei oleh Warga

Ada dua hal yang perlu diperhatikan agar ide survei oleh warga dapat dilaksanakan:

  • Edukasi, agar warga sadar pentingnya peran dan partisipasi mereka dalam pembangunan. Dari penonton pasif menjadi partisipan aktif dan mandiri. Selain itu warga juga perlu dilatih untuk bisa melakukan survei sederhana.
  • Pengorganisasian. Strategi tersebut harus dilakukan secara kolektif. Warga harus saling berjejaring, terhubung dalam komitmen yang sama dan bergerak serentak. Kami menyadari bahwa ada banyak organisasi dan kelompok warga seperti PKK, kader posyandu, kelompok tani, kelompok nelayan dan organisasi/paguyuban lainnya. Potensi ini perlu dimanfaatkan agar proses pengumpulan kebutuhan kolektif berjalan dengan baik dan warga dapat bergerak bersama untuk memastikan agar kebutuhan mereka terakomodir dalam program pembangunan desa.

Ide ini sangat mungkin untuk dilakukan karena warga memiliki pengetahuan tentang masalah yang ada di daerahnya dan pengalaman mengumpulkan data sesungguhnya dimiliki oleh beragam komunitas desa seperti kader posyandu dan serikat tani. Mereka rutin mengumpulkan data kesehatan warga dan data pertanian anggota serikat. Potensi ini bisa diarahkan untuk melakukan survei pemetaan kebutuhan warga. Ujicoba survei oleh warga yang kami lakukan menunjukkan bahwa warga mampu melakukan survei untuk memetakan kebutuhan kolektif mereka.

Kegunaan Survei oleh Warga

Dengan adanya survei oleh warga, warga desa memiliki dasar yang kuat ketika menyusun program pembangunan desa. Manfaat yang bisa dirasakan oleh warga antara lain:

  1. Mengatasi hambatan kehadiran warga dalam forum musyawarah, karena data diperoleh secara ilmiah dan representatif dari berbagai unsur masyarakat.
  2. Menghadirkan data alternatif pembangunan dan kondisi warga dari pengalaman keseharian warga. Sehingga kebutuhan warga bisa dihadirkan dalam forum perencanaan pembangunan desa.
  3. Hasil survei bisa jadi referensi perencanaan pembangunan desa ketika warga berhadapan dalam forum musyawarah dengan pemerintah desa dan pihak-pihak supradesa lainnya (pemerintah, calon legislatif, pengelola CSR).
  4. Survei oleh warga dapat mendorong agar kebutuhan warga dipandang sebagai sebagai kebutuhan bersama bukan pribadi. Dengan demikian warga terlatih untuk membedakan kebutuhan pribadi dan kebutuhan bersama.
  5. Survei ini membuka jalan warga untuk berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan mulai dari pemetaan kebutuhan, diskusi perencanaan pembangunan dan pemantauan pelaksanaan pembangunan.

Hal terpenting adalah melalui survei oleh warga ini, warga dapat menghadirkan kepentingan kolektif mereka secara utuh dalam forum perencanaan pembangunan agar bisa diakomodir dalam beragam program-program pembangunan untuk desa. Sehingga program-program tersebut dapat memenuhi kebutuhan sejati warga. Bisa mengatasi masalah mereka dan memberdayakan potensi mereka.

Ide survei oleh warga ini dapat dilakukan setahun sekali sesuai dengan tahun anggaran APBDes. Pemerintah desa dapat menganggarkan APBDes-nya untuk survei oleh warga. Sehingga saat musdus dan musdes diadakan, desa sudah punya gambaran akurat mengenai kebutuhan warga desa. Jika kebijakan pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan warga, potensi warga akan berkembang dan terberdayakan sehingga ketimpangan bisa diatasi.