Partai politik memegang peran sentral dalam kerangka sistem politik demokratis karena fungsi dan kapasitasnya dalam melakukan rekrutmen politik secara reguler dan damai. Proses rekrutsmen politik praktis merupakan hulu dari dinamika sirkulasi elit politik baik di lembaga legislatif maupun eksekutif. Naskah laporan ini merupakan studi yang dilakukan oleh Tim Peneliti Cakra Wikara Indonesia (CWI) terhadap penerapan kebijakan afirmasi pada struktur Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Politik. Analisis dilakukan terhadap data numerik jumlah DPP di sembilan partai politik peraih kursi legislatif nasional dalam dua putaran pemilu berurutan; yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Amanat Nasional (PAN). Secara khusus, riset ini juga melakukan analisis kualitatif hasil wawancara dengan mewawancarai sejumlah pengurus DPP empat partai; yaitu PDIP, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai NasDem.
Pembentukan struktur kepengurusan partai pada prinsipnya merupakan otoritas Ketua Umum partai namun proses pengusulan nama dan rekrutmennya beragam antara satu partai dengan yang lainnya. Dominannya peran Ketua Umum partai politik di satu sisi dapat dimaknai sebagai kuatnya legitimasi kepemimpinan pada lembaga, namun di sisi lain juga dapat mencerminkan lemahnya pelembagaan partai politik secara rasional dan modern karena relasi utama antar pengurus partai masih didominasi oleh kedekatan personal dengan pimpinan. Riset ini dilakukan dengan dilatar belakangi perhatian masih minimnya jabatan strategis formal pada DPP partai politik, seperti Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Wakil Sekretaris Jendral, ataupun Bendahara Umum yang diisi oleh perempuan. Pada temuan riset, tim Peneliti mendapatkan bahwa pemaknaan “jabatan strategis” pun beragam di antara partai politik. Ada yang memaknainya secara formal seperti disebutkan sebelumnya, namun ada juga yang memaknainya dalam hal akses kepada Ketua Umum terutama terkait proses pengambilan kebijakan, lobby serta rapat-rapat strategis partai. Ini lagi-lagi menunjukkan cenderung belum kuatnya pelembagaan partai di Indonesia karena struktur formal yang dikenali sebagai DPP kadang berfungsi sebagai pemenuhan syarat administratif belaka.
Problem terkait keterwakilan perempuan di DPP partai politik mengerucut pada pemenuhan angka 30% yang dalam penelusuran studi CWI ternyata cenderung lebih merupakan pemenuhan syarat administratif agar daspat ikut berkontestasi dalam pemilu. Hampir seluruh partai politik melakukan musyawarah nasional (munas) untuk perombakan struktur kepengurusan segera setelah usai pemilu legislatif. Riset ini juga menemukan pasca pelaksanaan munas, persentase perempuan di DPP partai cenderung menurun. Hal ini terjadi meluas lintas partai hingga seolah-olah diterima begitu saja sebagai hal yang wajar. Komposisi DPP nanti akan kembali memenuhi syarat 30% keterwakilan perempuan jelang pelaksanaan pemilu legislatif atau menjadi bagian dari revisi yang dilakukan partai atas rekomendasi hasil verifikasi faktual yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sejak era reformasi, Indonesia telah memiliki tiga Undang-undang tentang Partai Politik yang menjadi landasan kebijakan partai politik; UU Nomor 31 Tahun 2002, UU Nomor 2 Tahun 2008, dan UU Nomor 2 Tahun 2011. Pasal afirmasi yang mengatur angka keterwakilan 30% perempuan di kepengurusan partai politik tingkat pusat dapat ditemukan di UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Semua regulasi yang mengatur pembentukan DPP partai politik sudah jelas dalam mendukung, bahkan mensyaratkan, angka 30% keterwakilan perempuan sebagai bagian dari struktur. Tantangannya masih terus ada pada komitmen substantif partai-partai politik terhadap pemenuhan prinsip kesetaraan, inklusifitas, dan yang tak kalah penting: transparansi. Seluruh rangkaian riset ini terlaksana dengan dukungan penuh dari Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Indonesia. Tim Peneliti CWI berterima kasih atas dukungan yang telah diberikan. Seluruh isi laporan riset yang merupakan substansi buku ini merupakan tanggung jawab dan refleksi pemikiran tim peneliti CWI. Semoga pembaca dapat memetik manfaatnya.
Tim Penulis : Heru Samosir, Dewi Mulyani Setiawan, anna margret
Halaman : 45 halaman
ISBN : 978-602-53037-4-6 (PDF)
Penerbit : Cakra Wikara Indonesia
Tahun : 2021