Pada 8 Januari 2020, CWI telah melaksanakan focus group discussion (FGD) bertema Agenda Politik Perempuan : Keadilan Ekologis dan Partisipasi Politik di Hotel Akmani, Jakata Pusat. Acara ini terselenggara atas dukungan dari Kedutaan Besar Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste. Peserta FGD yang hadir berasal dari berbagai organisasi yang berkepentingan dengan agenda politik perempuan dan kaitannya dengan keadilan ekologis dan partisipasi politik, yaitu Listyowati (Kalyanamitra), Khalisah Khalid (WALHI), Pius Ginting (Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat/AEER), Rakhma Mary (YLBHI), Ruth Indiah Rahayu (Dewan Pengawas CWI), Tommy Pratama dan Ricky Amukti (Traction Energy Asia), Fadli Ramadhanil (Perludem), Wawan Ichwanuddin (LIPI), Aquino Hayunta, serta moderator diskusi Ken Budha Kusumandaru.
Cakra Wikara Indonesia (CWI) sebelumnya pada 16 Desember 2019 telah melaksanakan diskusi terbatas pertama yang berfokus pada regulasi dengan tema “Agenda Politik Perempuan Pasca Pemilu 2019: RUU P-KS, R-KUHP dan Prolegnas 2020.” Menyadari bahwa agenda politik perempuan juga bertautan erat dengan isu keadilan ekologis, partisipasi politik dan kesetaraan, CWI mengadakan diskusi kedua. Melalui FGD ini CWI ingin mendiskusikan dan bertukar informasi terkini dengan berbagai elemen organisasi masyarakat sipil terkait isu keadilan ekologis, partisipasi politik dan kesetaraan dalam kaitannya dengan rumusan agenda politik perempuan ke depan yang diharapkan dapat didorong bersama oleh berbagai kelompok masyarakat sipil.
DPR bersama Pemerintah telah mengeluarkan daftar Prolegnas 2020 yang berisi sejumlah RUU krusial berpotensi memberangus kebebasan ruang partisipasi masyarakat sipil, di antaranya RUU Omnibus, RUU Revisi KUHP, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, revisi UU Minerba, RUU Pertanahan dan RUU tentang Masyarakat Adat. Pengawalan proses pembahasan sejumlah RUU tersebut diperlukan untuk memastikan tidak ada satupun kelompok yang dirugikan serta prosesnya tidak dibajak oleh para elit untuk mengukuhkan dan mengamankan kepentingan ekonomi-politik mereka semata. Berbagai RUU ini berkaitan erat dengan isu keadilan ekologis yang sangat penting bagi perempuan sebagai kelompok yang paling terdampak dalam kasus-kasus kerusakan lingkungan, perampasan lahan, konflik sumber daya alam, dan seterusnya.
Memang saat ini terdapat kenaikan persentase jumlah kursi perempuan di DPR RI menjadi 20,52%. Peningkatan kehadiran perempuan di DPR RI pentin dalam konteks mendorong legislasi pro perempuan yang mendesak dilakukan dalam upaya mendorong kesetaraan dan keadilan gender. Bukan hanya soal peningkatan jumlah, tapi juga penguasaan substansi tata kelola politikyang partisipatif, adil dan setara.
Agenda politik perempuan tidak lagi bicara angka saja tapi juga perebutan kontrol perempuan atas sumber daya alam. Saat ini perempuan sangat sulit memiliki kontrol atas sumber daya alam di berbagai tingkatan. Sehingga perlu untuk membangun enabling environment untuk perempuan bisa berpartisipasi terutama dalam partisipasi politik dan sumber daya alam. Isu kritis terkait isu lingkungan yang perlu segera direspon oleh gerakan perempuan antara lain adanya penghancuran ruang hidup karena saat ini perspektif negara mengedepankan investasi.

Beberapa catatan kritis yang muncul adalah perlunya menghadirkan persepektif kesetaraan dan keadilan gender di kalangan gerakan sosial serta saling bersinergi untuk melakukan perubahan dan advokasi. Identitas perempuan yang beragam tentunya memosisikan gerakan perempuan menjadi sangat strategis karena bersifat lintas sektor mencakup isu lingkungan dan tenaga kerja yang kerap memarginalkan posisi dan peran perempuan dalam proses pertarungan dan upaya memengaruhi alokasi dan distribusi sumber daya. Gerakan perempuan dalam upaya berlawan dengan struktur patriarki yang menyebabkan ketimpangan juga diharapkan memiliki perspektif kelas untuk mendorong keadilan dan kesetaraan.
Dalam perumusan agenda politik perempuan terhadap sejumlah masukan yang berkaitan dengan soal ekologi dan sumber daya alam yaitu akses terhadap air bersih di mana perempuan dalam fungsi reproduksinya sangat membutuhkan air dalam kehidupannya. Saat ini air dimanfaatkan secara eksploitatif untuk mendorong proses produksi. Selain itu dalam proses ekstraksi sumber daya alam dampak penghancuran ruang hidup, perempuan mengalami dampak yang berlapis. Dalam proses advokasi dan upaya mempertahankan sumber daya dan ruang hidupnya, perspektif perempuan kerap masih belum muncul menjadi narasi perjuangan dan di beberapa kesempatan sekadar menjadi pelengkap.
Untuk soal yang terkait dengan partisipasi politik, usulan atas agenda politik perempuan mencakup agar gerakan perempuan tidak berfokus pada politik formal dan pemilu semata tetapi juga turut membuka ruang partisipasi politik bagi perempuan di ruang-ruang perebutan sumber daya yang riil. Hal ini dimulai dari tingkat desa melalui forum-forum musyawarah dusun dan musyawarah desa.
Disisi lain, muncul juga wacana membangun kekuatan elektoral untuk mendirikan partai baru, meski saat ini sangat sulit dengan beragam regulasi yang ada. Sehingga saat ini dorongannya lebih kuat pada melakukan revisi UU Partai politik dan UU Pemilu agar ruang partisipasi politik gerakan dan masyarakat sipil semakin kuat.